Senin, 24 November 2008

Pompa Jantung Buatan, Empat Bulan Hidup tanpa Jantung

Sepintas, tak ada yang berbeda dari D'Zhana Simmons, gadis manis berkulit hitam yang tampak sehat itu. Seperti lazimnya gadis berumur 14 tahun, D'Zhana terlihat mulai tumbuh menjadi remaja normal seusianya. Namun, sesungguhnya ada yang sangat berbeda dengan D'Zhana. Kehidupan gadis muda ini tak selazim biasanya. Dia mampu bertahan hidup selama empat bulan meski 'tak memiliki' jantung.

Tak ada yang bisa memungkiri bahwa jantung adalah sumber kehidupan. Ketika jantung tak lagi berdetak, tak lagi mampu memompa darah di sepanjang arteri dan pembuluh kapiler dalam tubuh, maka berakhirlah kehidupan.

Namun, hukum alam ini nyatanya tak berlaku pada D'Zhana Simmons. Meski, jantungnya tak lagi mampu menjalankan fungsi sirkulasi yang memompa darah ke seluruh tubuh. Nyatanya, D'Zhana tetap bertahan selama 118 hari sejak kegagalan operasi transplantasi pertama, sebelum menjalani operasi transplantasi jantung yang kedua.

D'Zhana Simmons menyatakan dirinya merasa seperti 'seorang penipu' selama 118 hari ketika dia tidak memiliki jantung yang berdetak di dadanya. ''Tapi, saya tahu bahwa saya masih ada,'' ungkapnya. ''Dan, saya benar-benar bertahan hidup tanpa jantung,'' katanya dalam jumpa pers di Miami Hospital, Rabu (18/11).

Gadis yang terlihat pemalu ini menyatakan sempat tak percaya jika tubuhnya mampu menanggung beban yang demikian berat. Kisah ini bermula ketika D'Zhana harus menjalani hidup dengan kelainan jantung yang dialaminya sejak kecil. Jantungnya terlalu lemah dan tak mampu memompakan darah sebagaimana mestinya.

Namun, secercah harapan muncul ketika Juli lalu D'Zhana dinyatakan bisa menjalani operasi transplantasi jantung. Perjalanan panjang dari rumah mereka di Clinton, South Carolina, AS menuju Holtz Children's Hospital di Miami pun dilalui dengan penuh harap oleh D'Zhana dan kedua orangtuanya.
Sesampai di rumah sakit, prosedur tranplantasi dijalani D'Zhana dengan baik. Jantung barunya pun sukses ditanamkan di dalam tubuhnya, menggantikan jantung lamanya. Harapan yang benar-benar berbuah kenyataan.

Namun, persoalan tak selesai sampai di situ. Dalam masa observasi, setelah dua hari menjalani operasi, ternyata jantung barunya tak bekerja seharusnya. Bahkan, dikhawatirkan sang jantung akan pecah jika tak segera diatasi.

Tim dokter pun bergegas mengambil tindakan. Kebijakan medis yang tak lazim -- terutama untuk pasien muda seusia D'Zhana -- lalu diputuskan akan dilakukan pada D'Zhana. Tim dokter mengganti jantung baru yang gagal tadi dengan alat semacam pompa buatan yang diharapkan bisa tetap menjaga aliran darah ke seluruh tubuhnya sementara menunggu operasi transplantasi kedua.

Sayangnya, operasi kedua baru bisa dilaksanakan empat bulan kemudian. Dan, di antara kedua masa operasi pertama dan kedua ini otomatis D'Zhana hidup tanpa jantung dan hanya bergantung pada alat pompa buatan tadi.

Kesepakatan besar
Dr Peter Wearden, seorang cardiothoracic di Children's Hospital di Pittsburgh yang menggunakan pompa buatan tersebut dalam kasus D'Zhana, menyebut bahwa tim medis Miami telah mengerjakan 'sebuah kesepakatan besar'. ''Selama lebih dari 100 hari, bagaimana mungkin tidak ada jantung dalam tubuh gadis ini? Ini benar-benar keajaiban yang indah,'' ungkap Wearden, seperti dirilis kantor berita AP, Kamis (20/11).

Pompa buatan tersebut sesungguhnya bukan barang baru dalam dunia kardiologi. Alat ini biasanya digunakan untuk membantu fungsi ventrikular pada jantung. Namun, dalam sejarahnya, alat ini selalu dipasang dengan jantung pasien yang tetap berada pada tempatnya. Alat ini hanya berfungsi membantu sirkulasi darah dalam bilik jantung.

Meskipun jantung buatan memang telah dijalankan dalam prosedur operasi jantung pada pasien dewasa, faktanya tak ada lembaga yang merekomendasikan tindakan medis ini dilakukan pada pasien anak-anak. Pada umumnya, hanya ada sedikit sekali pilihan yang bisa dilakukan para dokter anak dalam kasus ini.

''Karena itu pula, perusahaan-perusahaan yang bergerak di dunia medis tidak menginvestasikan teknologi yang dapat membantu anak-anak ini,'' ungkap dr Marco Ricci, direktur Bagian Bedah Kardiologi Anak di Universitas Miami.

Dengan kesuksesan yang dilalui D'Zhana, ungkap Ricci, menunjukkan bahwa kini para dokter anak bisa memiliki satu pilihan baru yang terbaik bagi pasien jantung anak. ''Di masa lalu, dalam situasi ini, bisa jadi kami hanya menghadapi satu pilihan, yaitu kematian,'' ujarnya.

Dan, pompa buatan ini nyatanya bisa benar-benar bekerja menggantikan fungsi jantung D'Zhana hingga akhirnya dia menjalani operasi tranplantasi jantung yang kedua pada 29 Oktober lalu. ''Saya benar-benar yakin, ini adalah keajaiban,'' ungkap Twolla Anderson, ibunda D'Zhana.

Tak seperti transplantasi yang pertama, operasi donor jantung kedua yang dijalani D'Zhana ini berjalan sukses. Meskipun, kini D'Zhana masih harus mengonsumsi obat-obatan yang membantu tubuhnya mengatasi penolakan dari jantung baru.

Tim dokter pun menjamin D'Zhana bisa melakukan aktivitas normal seperti layaknya gadis berusia belasan tahun. D'Zhana bisa bersekolah, beraktivitas di luar rumah, dan pergi bersama teman-temannya. ''Saya sungguh bahagia bisa berjalan tanpa 'mesin' dalam tubuh saya,'' ungkap D'Zhana yang tepat berusia 15 tahun pada Sabtu (22/11) kemarin.republika.co.id